Sabtu, 18 April 2015

Pengertian dan Prosedur dari “MESIN FRAIS”


Mesin Frais merupakan mesin perkakas yang digunakan untuk memahat dan menyayat  suatu benda kerja dengan menggunakan pisau frais yang terhubung pada sebuah sumbu mesin. Mesin Frais termasuk mesin perkakas yang mempunyai gerak utama berputar. Pisau terpasang pada sumbu utama/arbor mesin yang didukung dengan alat pendukung arbor. Pisau ini akan berputar apabila arbor mesin diputar oleh motor listrik.
 Mengerjakan sesuatu benda pada mesin frais, umumnya disebut mengefrais, misalnya mengefrais datar, tegak, mengefrais alur dan sebagainya. Parameter pemotongan pada mesin mesin diperlukan agar proses produksi dapat berlangsung sesuai dengan prosedur perencanaan. Parameter ini meliputi Kecepatan potong, putaran spindel, gerak sayat per gigi dan waktu pemesinan. Penentuan rasio kecepatan antara gerak benda kerja dan putaran pisau sangatlah penting, langkah penyayatan terlalu lambat waktu banyak terbuang dan pisau frais akan cepat tumpul. Jika penyayatan benda kerja  terlalu cepat akan, pisau frais akan cepat rusak. Parameter pemotongan pada mesin frais yang harus  diperhatikan antar lain:
A.    Bahan Pisau Frais
Jenis bahan yang digunakan untuk membuat pisau frais antara lain:
1.      Unalloyed Tool Steel
Merupakan baja perkakas bukan paduan dengan kandungan karbon  0,5% - 1,5% , kekerasan bahan ini akan hilang jika suhu kerjanya 250 º C. Oleh karena itu jenis tidak cocok kalau digunakan untuk proses kecepatan potong yang tinggi.
2.      Alloy Tool Steel
Merupakan baja perkakas bukan paduan yang mengandung karbon kromium, vanadium dan molybdenum. Bahan paduan ini tahan keausan sampai suhu 600º C.
3.      Cemented Carbide
Merupakan baja perkakas bukan paduan yang mengandung karbon,Tungten dan Cobalt, bahan paduan ini tahan keausan sampai suhu 900º C. Cemented Carbide pada umumnya dibuat dalam bentuk tip yang terpasang pada pemegang Cutter. Pisau bahan ini untuk pengefrais dengan kecepatan tinggi, sehingga waktu pemotongan dapat dipersingkat  dan dapat menghasilkan kualitas permukaan yang halus.
B.     Bentuk Geometris Pisau (Cutter)
Pada pekerjaan khusus diperlukan pisau yang khusus pula, permukaan pisau yang harus diperhatikan adalah waaktu pengasahan, sudut tatal, sudut bebas isi, sudut bebas depan, sudut bebas mata potong dan sudut bebas belakang.
C.     Jumlah Putaran Pisau
Jumlah putaran yang digunakan tergantung dari kecepatan potong dan diameter pisau, kecepatan potong pisau frais adalah jarak yang ditempuh oleh salah satu gigi dalam meter/menit. Untuk menentukan kecepatan potong dapat dilihat pada table yang telah disediakan. Biasanya putaran pisau frais dihitung menurut rumus sebagai berikut:
n   =  1000 x V
        π x d



V = kecepatan potong dalam meter/menit
d = diameter pisau dalam mm
π = putaran pisau per menit

        Pada saat pengaturan dimesin, jika  putaran cutter hasil perhitungan ternyata tidak ada yang cocok pada table mesin, sebaiknya dipilih putaran cutter yang lebih rendah dari perhitungan tersebut.
D.    Kecepatan Potong/ Cutting Speed (Cs)
Kecepatan potong dalam pengefraisan merupakan kecepatan gerak putar pahat yang dinyatakan dalam meter per menit atau ft/menit. Faktor-faktor yang menentukan kecepatan potong adalah:
1.      Material benda kerja
2.      Material pisau frais
3.      Diameter pisau
4.      Kehalusan permukaan yang diharapkan
5.      Dalam pemotongan yang ditentukan

Untuk menentukan kecepatan potong dengan menggunakan rumus:
Keterangan
n = putaran cutter per menit                                 V =      π x d x  n
V = kecepatan potong m/menit                                          1000
d  = diameter cutter dalam mm 
Karena setiap material memiliki kecepatan potong sendiri-sendiri sesuai dengan karateristik material, kecepatan pemotongan suatu material tidak dapat dirumuskan dalam persamaan matematika.
E.     Penyayatan (Feed)
Merupakan rasio gerak benda kerja terhadap gerak putar pisau frais.beberapa factor yang menentukan besarnya penyayatan:
1.      Kedalaman penyayatan
2.      Tipe pisau frais
3.      Bentuk pisau frais
4.      Material benda kerja
5.      Kekuatan dan keseragaman benda kerja
6.      Tipe permukaan finishing yang ditentukan
7.      Waktu pengerjaan

Waktu pengerjaan pada mesin dapat dihitung dengan membagi jarak yang ditempuh meja dengan gerak penyayatan.
                  t  =   L
     S
Keterangan
t  =  waktu pengerjaan
L  = jarak yang ditempuh meja (mm)
S =  gerak penyayatan (feed) (mm/menit)

I.             Mesin Frais digunakan untuk membentuk suatu benda kerja dengan cara menyayat. Untuk menyayat benda kerja dipasang pada meja kemudian meja dinaikan sehingga benda kerja termakan oleh pisau yang sedang perputar, kemudian meja digerakan sesuai dengan kebutuhannya untuk memberi penyayatan yang terus menerus. Putaran dari pisau milling (cutter) di sebut dengan putaran atau gerakan utama.
Pada dasarnya gerakan dari meja frais itu dapat dilakukan dalam dua arah, yaitu gerakan mendatar (membujur dan melintang) dan gerakan tegak (naik dan turun) juga gerakaan dari meja ini dapat dilakukan dengan tangan atau secara otomatis. Agar pisau dapat berfungsi memotong benda kerja, sisi potong pisau mempunyai sudut baji yang tajam, seperti halnya pahat pada mesin bubut.
A.      Posisi Pisau Pada Mesin Frais
1.      Posisi Paralel
Pada pengerjaan yang sederhana, sumbu pahat diletakan paralel dengan permukaan benda kerja yang dikerjakan. Pisau frais berbentuk silinder dan mempunyai sisi potong disekeliling permukaan.
2.      Posisi Tegak Lurus
Sumbu pisau frais dapat diletakan tegak lurus dengan permukaan benda kerja. Dalam pengerjaan yang menggunakan posisi ini, pisau frais tidak hanya memotong dengan pada sekililing saja, akan tetapi juga dengan bagian muka cutter sehingga tatal akan terpotong yang sama tebal.


B.     Metode Pemotongan Pada Mesin Frais
1.      Pemotongan Searah Jarum Jam
Pada pemotongan ini benda kerja datang searah dengan arah putaran sisi potong pisau frais, metode ini memungkinkan hasil kurang baik karena meja (benda kerja) cenderung tertarik oleh gerakan putar pisau frais.
2.      Pemotongan Berlawanan Arah Jarum Jam
Pada pemotongan ini benda kerja datang berlawanan dengan arah putaran sisi potong pisau frais, metode ini dapat menghasilkan pemotongan maksimal karena benda kerja tidak terangkat.
3.       Pemotongan Netral
Metode pemotongan ini digunakan jika benda kerja yang disayat lebih kecil dari pada diameter pisau frais. Model pemotongan ini hanya dilakukan pada mesin frais vertical.
     C.     Langkah-langkah Pemotongan       
         Sebelum mengoperasikan mesin frais,langkah-langkah yang harus dilakukan adalah:
1.      Mempelajari gambar kerja guna menyusun urutan kerja yang baik 
            Mempelajari sifat material/bahan guna menentukan jenis pisau dan media pending yang digunakan.
3.     Menentukan kualitas hasil yang diinginkan.
4.     Menentukan bentuk geometri alat potong yang digunakan.
5.     Menentukan alat bantu yang digunakan.
6.     Menentukan roda-roda gigi pengganti, apabila dikehendaki.
7.     Menentukan parameter-parameter pemotongan yang berpengaruh dalam proses pengerjaan seperti     
      kecepatan potong, kecepatan sayat, kedalaman pemakanan dan lainya.

>Setelah proses diatas dilaksanakan maka langkah selanjutnya adalah:
1.       Memasang benda kerja pada ragum/pencekam.
2.       Memasang pisau frais pada arbor.
3.       Menghidupkan mesin frais,termasuk putaran pisau frais.
4.       Melakukan pengefraisan sesuai dengan gambar kerja.
5.       Melakukan pengukuran benda kerja, jangan menjauhkan dahulu benda kerja dari pisau frais atau mematikan dahulu putaran pisau frais.
6.       Melanjutkan proses pengefraisan sampai sesuai dengan ukuran pada benda kerja.
7.       Mematikan mesin frais dan melepas benda kerja dari ragum/pencekam.

Undang-Undang Mengenai K3


Undang-undangan K3 ialah salah satu alat kerja yang sangat penting bagi para Ahli K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) guna menerapkan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) di Tempat Kerja.

Berikut merupakan kumpulan perundang-undangan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) Republik Indonesia yang memuat isi sebagai berikut antara lain :

Undang-Undang K3 :
  1. Undang-Undang Uap Tahun 1930 (Stoom Ordonnantie).
  2. Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
  3. Undang-Undang Republik Indonesia No 13 Tahun 203 tentang Ketenagakerjaan.
Peraturan Pemerintah terkait K3 :
  1. Peraturan Uap Tahun 1930 (Stoom Verordening).
  2. Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran, Penyimpanan dan Peredaran Pestisida.
  3. peraturan Pemerintah No 19 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pengawasan Keselamatan Kerja di Bidang Pertambangan.
  4. Peraturan Pemerintah No 11 Tahun 1979 tentang keselamatan Kerja Pada Pemurnian dan Pengolahan Minyak dan Gas Bumi.
Peraturan Menteri terkait K3 :
  1. Permenakertranskop RI No 1 Tahun 1976 tentang Kewajiban Latihan Hiperkes Bagi Dokter Perusahaan.
  2. Permenakertrans RI No 1 Tahun 1978 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Pengangkutan dan Penebangan Kayu.
  3. Permenakertrans RI No 3 Tahun 1978 tentang Penunjukan dan Wewenang Serta Kewajiban Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Ahli Keselamatan Kerja.
  4. Permenakertrans RI No 1 Tahun 19879 tentang Kewajiban Latihan Hygienen Perusahaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja bagi Tenaga Paramedis Perusahaan.
  5. Permenakertrans RI No 1 Tahun 1980 tentang Keselamatan Kerja pada Konstruksi Bangunan.
  6. Permenakertrans RI No 2 Tahun 1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja Dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja.
  7. Permenakertrans RI No 4 Tahun 1980 tentang Syarat-syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan.
  8. Permenakertrans RI No 1 Tahun 1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja.
  9. Permenakertrans RI No 1 Tahun 1982 tentang Bejana Tekan.
  10. Permenakertrans RI No 2 Tahun 1982 tentang Kualifikasi Juru Las.
  11. Permenakertrans RI No 3 Tahun 1982 tentang Pelayanan Kesehatan Tenaga Kerja.
  12. Permenaker RI No 2 Tahun 1983 tentang Instalasi Alarm Kebakaran Otomatis.
  13. Permenaker RI No 3 Tahun 1985 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pemakaian Asbes.
  14. Permenaker RI No 4 Tahun 1985 tentang Pesawat Tenaga dan Produksi.
  15. Permenaker RI No 5 Tahun 1985 tentang Pesawat Angkat dan Angkut.
  16. Permenaker RI No 4 Tahun 1987 tentang Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja Serta Tata Cara Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja.
  17. Permenaker RI No 1 Tahun 1988 tentang Kualifikasi dan Syarat-syarat Operator Pesawat Uap.
  18. Permenaker RI No 1 Tahun 1989 tentang Kualifikasi dan Syarat-syarat Operator Keran Angkat.
  19. Permenaker RI No 2 Tahun 1989 tentang Pengawasan Instalasi-instalasi Penyalur Petir.
  20. Permenaker RI No 2 Tahun 1992 tentang Tata Cara Penunjukan, Kewajiban dan Wewenang Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
  21. Permenaker RI No 4 Tahun 1995 tentang Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
  22. Permenaker RI No 5 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
  23. Permenaker RI No 1 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Pemeliharaan Kesehatan Bagi Tenaga Kerja dengan Manfaat Lebih Dari Paket Jaminan Pemeliharaan Dasar Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
  24. Permenaker RI No 3 Tahun 1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan.
  25. Permenaker RI No 4 Tahun 1998 tentang Pengangkatan, Pemberhentian dan tata Kerja Dokter Penasehat.
  26. Permenaker RI No 3 Tahun 1999 tentang Syarat-syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lift untuk Pengangkutan Orang dan Barang.
Keputusan Menteri terkait K3 :
  1. Kepmenaker RI No 155 Tahun 1984 tentang Penyempurnaan keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep 125/MEN/82 Tentang Pembentukan, Susunan dan Tata Kerja Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional, Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Wilayah dan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
  2. Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum RI No 174 Tahun 1986 No 104/KPTS/1986 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi.
  3. Kepmenaker RI No 1135 Tahun 1987 tentang Bendera keselamatan dan Kesehatan Kerja.
  4. Kepmenaker RI No 333 Tahun 1989 tentang Diagnosis dan Pelaporan Penyakit Akibat Kerja.
  5. Kepmenaker RI No 245 Tahun 1990 tentang Hari Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional.
  6. Kepmenaker RI No 51 Tahun 1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja.
  7. Kepmenaker RI No 186 Tahun 1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja.
  8. Kepmenaker RI No 197 Thun 1999 tentang Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya.
  9. Kepmenakertrans RI No 75 Tahun 2002 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) No SNI-04-0225-2000 Mengenai Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL 2000) di Tempat Kerja.
  10. Kepmenakertrans RI No 235 Tahun 2003 tentang Jenis-jenis Pekerjaan yang Membahayakan Kesehatan, Keselamatan atau Moral Anak.
  11. Kepmenakertrnas RI No 68 Tahun 2004 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS di Tempat Kerja.
Instruksi Menteri terkait K3 :
  1. Instruksi Menteri Tenaga Kerja No 11 Tahun 1997 tentang Pengawasan Khusus K3 Penanggulangan Kebakaran.
Surat Edaran dan Keputusan Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan terkait K3 :
  1. Surat keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan Departemen Tenaga Kerja RI No 84 Tahun 1998 tentang Cara Pengisian Formulir Laporan dan Analisis Statistik Kecelakaan.
  2. Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan No 407 Tahun 1999 tentang Persyaratan, Penunjukan, Hak dan Kewajiban Teknisi Lift.
  3. Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan No 311 Tahun 2002 tentang Sertifikasi Kompetensi Keselamatan dan Kesehatan Kerja Teknisi Listrik.