Kamis, 27 Juni 2013

Tarian Seronde Suku Gorontalo


TARIAN DAERAH SUKU GORONTALO
           Dalam bahasa Gorontalo tarian ini adalah sarana molihe huali yang berarti menengok atau mengintip calon istri.Setelah melalui serangkaian prosesi adat calon mempelai pria kemudian mulai menari Saronde bersama ayah atau wali.Mereka menari dengan selendang.Saronde sendiri terdiri dari musik dan tari dalam bentuk penyajiannya.Musik mengiringi tarian Saronde dengan tabuhan rebana dan nyanyian vokal,diawali dengan tempo lambat yang semakin lama semakin cepat.Iringan rebana yang sederhana merupakan bentuk musik yang sangat akrab bagi masyarakat.Gorontalo yang kental dengan nuansa religius.
Tari Saronde adalah tari pergaulan keakraban dalam acara pertunangan.Tari pergaulan keakraban dalam acara resmi pertunangan di Gorontalo.Tarian ini diangkat dari tari adat malam pertunangan pada upacara adat perkawinan daerah Gorontalo.Tarian ini dilakukan di hadapan calon mempelai wanita. penarinya adalah calon mempelai laki-laki bersama orang tua atau walinya.Ini adalah cara orang Gorontalo menjenguk atau mengintip calon pasangan hidupnya.Dengan tarian ini calon mempelai pria mencuri – curi pandang untuk melihat calonnya.
Tari Saronde dipengaruhi secara kuat oleh agama Islam.Saronde dimulai dengan ditandai pemukulan rebana diiringi dengan laguTulunani yang disusun syair-syairnya dalam bahasa Arab yang juga merupakan lantunan doa – doa untuk keselamatan.Sementara calon mempelai wanita berada di dalam kamar dan memperhatikan pujaan hatinya dari kejauhan atau dari kamar.
Menampakkan sedikit dirinya agar calon mempelai pria tahu bahwa ia mendapat perhatian.Sesekali dalam tariannya ia berusaha mencuri pandang ke arah calon mempelai wanita.Dalam penyajiannya,pengantin diharuskan menari,demikian juga dengan orang yang diminta untuk menari ketika dikalungkan selendang oleh pengantin dan para penari.
Gerakan Tarian Saronde diawali dengan memberi hormat kepada orang tua,ketua adat dan keluarga yang hadir,kemudian melangkahkan kaki kanan ke depan diikuti dengan ayunan tangan yang memegang selendang ke samping kanan.Kemudian dilanjutkan dengan ayunan kaki kiri ke depan dan diikuti oleh ayunan tangan ke samping kiri, begitulah seterusnya. Kemudian bergantian dengan penonton yang hadir.   
   Dengan tarian ini calon mempelai pria mencuri – curi pandang untuk melihat calonnya. Tari Saronde dipengaruhi secara kuat oleh agama Islam. Saronde dimulai dengan ditandai pemukulan rebana diiringi dengan lagu Tulunani yang disusun syair-syairnya dalam bahasa Arab yang juga merupakan lantunan doa – doa untuk keselamatan.
  Sementara calon mempelai wanita berada di dalam kamar dan memperhatikan pujaan hatinya dari kejauhan atau dari kamar.Menampakkan sedikit dirinya agar calon mempelai pria tahu bahwa ia mendapat perhatian.Sesekali dalam tariannya ia berusaha mencuri pandang ke arah calon mempelai wanita.Dalam penyajiannya, pengantin diharuskan menari,demikian juga dengan orang yang diminta untuk menari ketika dikalungkan selendang oleh pengantin dan para penari.
   Pada zaman dahulu masyarakat Gorontalo belum mengenal yang namanya pacaran, dimana muda mudi berjalan berdua-duaan, terlebih pada malam hari.Pacaran yang pada zaman itu dinamakan dengan mopotilandahu itu dipegang penuh oleh kedua orang tua atau keluarga.

Tarian Seronde Suku Gorontalo 



Perilaku dan Kebudayaan Masyarakat Suku Gorontalo


Perilaku dan Kebudayaan Masyarakat Suku Gorontalo

Dalam perilakau masyarakat gorontalo,terdapat pernikahan Adat  yang perlu di lestarikan,karena mengandung nilai–nilai budaya yang tinggi.Adat Gorontalo ini semakin hari semakin tanpa melewati lagi prosesi adat gorontalo terkontaminasi dengan perubahan zaman.Terlihat dimana–mana pernikahan di Gorontalo.Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor.Diantaranya, banyak pemuda zaman sekarang yang enggan mempelajari adat pernikahan gorontalo.Sehingga warisan leluhur ini semakin terlupakan,karena tidak adanya regenerasi penerus Adati lo Hulondhalo.Pernikahan Adat Gorontalo memiliki ciri khas tersendiri.Karena penduduk Provinsi Gorontalo memiliki penduduk yang hampir seluruhnya memeluk agama Islam,sudah tentu adat istiadatnya sangat menjunjung tinggi kaidah-kaidah Islam.Untuk itu ada semboyan yang selalu dipegang oleh masyarakat Gorontalo yaitu, “Adati hula hula Sareati, Sareati hula hula to Kitabullah” yang artinya, Adat Bersendikan Syara,Syara Bersendikan Kitabullah.Pengaruh Islam menjadi hukum tidak tertulis di Gorontalo sehingga mengatur segala kehidupan masyarakatnya dengan bersendikan Islam.Termasuk adat pernikahan di Gorontalo yang sangat bernuansa Islami.Prosesi pernikahan dilaksanakan menurut Upacara adat yang sesuai tahapan atau Lenggota Lo.
Dalam upacara perkawinan adat gotontalo berlangsung di dua tempat yaitu di tempat mempelai pria dan wanita,masing masing keluarga mempelai mengadakan pesta dirumah masing-masing.Dalam pesta tersebut selalu berlangsung meriah hingga berhari hari lamanya.Beberapa hari sebelum pesta dilangsungkan semua keluarga dan kerabat telah datang berkumpul untuk membantu pelaksanaan pesta tersebut, baik ibu-ibu maupun bapak bapak selalu datang beramai- ramai.Dalam pesta itu mempelai pria dan wanita menggunakan pakaian adat Bili’u dengan tempat pelaminan yang juga dihias menggunakan adat Gorontalo.Pesta yang berlangsung biasanya 3 hari itu dengan masing masing mempunyai sebutan setiap hari yang berbeda.

Tolobalango adalah peminangan secara resmi yang dihadiri oleh pemangku adat Pembesar Negeri dan keluarga melalui juru bicara pihak keluarga pria atau Lundthu Dulango Layio dan juru bicara utusan keluarga wanita atau Lundthu Dulango Walato,Penyampaian maksud peminangan dilantunkan melalui pantun-pantun yang indah. Dalam Peminangan Adat Gorontalo tidak menyebutkan biaya pernikahan (Tonelo) oleh pihak utusan keluarga calon pengantin pria, namun yang terpenting mengungkapkan Mahar atau Maharu dan penyampaian acara yang akan dilaksanakan selanjutnya.Pada waktu yang telah disepakati dalam acara Tolobalango maka prosesi selanjutnya adalah mengantar harta atau antar mahar, didaerah gorontalo disebut Depito Dutu yang terdiri dari 1 paket mahar, sebuah paket lengkap kosmetik tradisional Gorontalo dan kosmetik modern, ditambah seperangkat busana pengantin wanita, serta bermacam buah-buahan dan bumbu dapur atau dilonggato.Semua mahar ini dimuat dalam sebuah kendaraan yang didekorasi menyerupai perahu yang disebut Kola–Kola.

Nuansa Warna Bagi Masyarakat Gorontalo

Dalam adat istiadat gorontalo,setiap warna memiliki makna atau lambang tertentu, karena itu dalam upacara pernikahan masyarakat gorontalo hanya menggunakan empat warna utama,yaitu merah,hijau,kuning emas,dan ungu.Warna merah dalam masyarakat gorontalo bermakna keberanian dan tanggung jawab,hijau bermakna Kesuburan kesehjateraan,kedamaian dan kerukunan, kuning emas bermakna kemulian,kesetiaan,kesabaran dan kejujuran sedangkan warna ungu bermakna keanggunan dan kewibawaan.Pada umumnya masyarakat Gorontalo enggan memakai pakai warna coklat karena coklat melambangkan tanah , karena itu bila mereka ingin memakai pakaian warna gelap, maka mereka akan memilih warna hitam yang bermakna keteguhan dan Ketuhanan Yang Maha Esa , warna putih bermakna kesucian dan kedudukan , karena itu masyarakat gorontalo lebih suka mengenakkan warna putih bila pergi ke tempat perkebungan atau kedukaan atau tempat ibadah (masjid),biru muda sering digunakan pada saat peringatan 40 hari duka,sedangkan biru tua digunakan pada peringatan 100 hari duka.Dalam adat perkawinan Gorontalo sebelum hari H dilaksanakan dutu, dimana kerabat pengantin pria akan mengantarkan harta dengan membawakan buah-buahan , seperti jeruk , nangka ,nenas , tebu , setiap buah yang dibawah juga punya makna tersendiri misalnya buah jeruk berkmakna bahwa pengantin harus merendahkan diri, duri jeruk bermkana bahwa pengantin harus menjaga diri dan rasanya yang manis bermakna bahwa pengantin harus menjaga tata krama atau sifat manis yang disukai orang .nenas durinya juga bermakna bahwa pengantin harus menjaga diri dan begitu juga rasanya yang manis.nangka dalam bahasa gorontalo langge loo olooto , yang berbau harum dan berwarna kuning emas yang bermakna pengantin harus mempunyai sifat penyayang dan penebar keharuman.Tebu warna kuning bermakna pengantin harus menjadi orang yang disukai dan teguh dalam pendirian.

Tarian
Tarian ini yang cukup terkenal di suku Gorontalo seperti,Tari Bunga,Tari Polopalo,Tari Danadana, Zamrah,dan Tari Langga.Lagu-lagu daerah Gorontalo yang cukup dikenal oleh masyarakat Gorontalo adalah Hulandalo Lipuu (Gorontalo Tempat Kelahiranku),Ambikoko (nama orang),Mayiledungga (Telah Tiba),Mokarawo (Membuat Kerawang),Tobulalo Lo Limuto (Di Danau Limboto),dan Binde Biluhuta (Sup Jagung).
Seperti halnya daerah lain di Indonesia,orang Gorontalo memiliki rumah adatnya sendiri, yang disebut Bandayo Poboide.Rumah adat ini terletak di tepat di depan Kantor Bupati Gorontalo, Jalan Jenderal Sudirman, Limboto.Selain itu,masyarakat Gorontalo juga memiliki rumah adat yang lain,yang disebut Dulohupa,yang terletak di di Kelurahan Limba U2,Kecamatan Kota Selatan,Kota Gorontalo.Rumah adat ini digunakan sebagai tempat bermusyawarat kerabat kerajaan pada masa lampau.
Dulohupa merupakan rumah panggung yang terbuat dari papan, dengan bentuk atap khas daerah Gorontalo.Pada bagian belakang ada ajungan tempat para raja dan kerabat istana untuk beristirahat atau bersantai sambil melihat kegiatan remaja istana bermain sepak ragaRumah adat dengan seluas tanah kurang lebih lima ratus ini dilengkapi dengan taman bunga,serta bangunan tempat penjualan sovenir, dan ada sebuah bangunan garasi bendi kerajaan yang bernama Talanggeda.
Meriam Bambu (dalam bahasa Gorontalo Bunggo)
Bunggo terbuat dari bambu pilihan yang setiap ruas dalamnya,kecuali ruas paling ujung, dilubangi.Di dekat ruas paling ujung diberi lubang kecil yang diisi minyak tanah.Lubang kecil itu sebagai tempat menyulut api hingga bisa mengeluarkan bunyi letusan.Walima adalah hasil karya seni tinggi yang dipersiapkan berbulan-bulan,memerlukan kesabaran yang tinggi untuk mengerjakannya serta membutuhkan biaya yang lumayan besar.

 Makanan Khas Suku Gorontalo
          

Rumah Adat Suku Gorontalo